Show Up

Minggu, 26 Desember 2010

“Opini Masih Bebas?” # 2

Pada dasarnya, tidak ada kewajiban yang mengikat di dalam UU bahwa seorang yang berpendapat wajib membuktikan kebenaran pendapatnya. Namun akan berbeda persoalan jika ada yang merasa dirugikan akibat pendapat tersebut. Hal itu karena diatur pula tentang pertanggungjawaban pers mengenai informasi yang disiarkannya. Apalagi pendapat yang dikemukakan Reffly Harun MK melibatkan oknum-oknum di dalam tubuh salah satu lembaga tinggi Negara itu.
Bukannya opini tersebut ditanggapi positif dan kritis dengan memeriksakan lagi kesehatan tubuh Mahkamah Konstitusi, MK justru merasa kehormatan hakimnya disenggol-senggol. Sehingga memang sudah sepantasnya juga MK menuntut pertanggungjawaban pendapat Reffly dengan menunjuk Reffly sebagai ketua Tim Investigasi. Hal itu dimaksudkan agar pendapat tersebut tidak menjadi tindak pidana penghinaan dan fitnah terhadap lembaga tinggi negara. Seperti yang dikutip Frans Hendra Winarta tentang aturan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dilakukan secara tertulis, dimana sanksi tindak pidana penghinaan dan fitnah telah diatur pada pasal 511, 512, dan 513 RUU KUHP.
Disisi lain, Mahfud MD selaku ketua MK juga tidak sepantasnya menekan Reffly dengan tuntutan akan mempidanakannya jika dalam hasil investigasi ternyata tidak terbukti. Hal itu karena biar bagaimanapun, Reffly hanya berusaha menggunakan haknya sebagai warga negara yang dilindungi UU. Mengenai pencarian bukti kebenaran pendapat Reffly, semestinya merupakan kewajiban MK itu sendiri dengan menjadikannya sebagai “clue”. Namun sebaliknya, MK seakan tidak mau tahu dan tetap berawal dari keyakinan “MK bersih”.
Dengan demikian, unsur-unsur yang diduga munculnya permasalahan dalam kasus artikel Reffy berjudul “MK Masih Bersihkah?”, yaitu:
·         Memfitnah: dalam artikel berjudul “MK Masih Bersihkah?” itu tidak ditemukan unsur fitnah. Tetapi di dalam tulisannya itu ia hanya menjadi “penyambung lidah” orang-orang yang pernah menceritakan kepadanya tentang arus dan proses kasus yang masuk ke dalam Mahkamah Konstitusi.
Solusi: MK bisa menelusuri sumber-sumber cerita tersebut dari “clue” yang diberikan Reffy untuk membuktikan kebenarannya.
·         Menghina pihak lain: hingga kata terakhir artikel tersebut Reffy tidak menyebutkan nama-nama orang yang berperan sebagai makelar hukum dalam MK, tetapi hanya menyebutkan “hakim” (secara umum) yang melakukan pratik “nakal” itu. Reffy memang menyebutkan nama Mahfud MD, namun justru untuk memuji dan mendukungnya.
Solusi: jika Mahkamah Konstitusi ingin melindungi kredibilitas para hakimnya, justru seharusnya  MK menyelidiki dan membuktikan sendiri secara langsung bahwa hakim yang dimilikinya semuanya bersih.

Secara Teknis:
·         Tidak memiliki nilai berita (news value): sangat jelas artikel ini memiliki nilai berita di mata publik karena Mahkamah Konstitusi dibuat untuk melindungi hak warga negara. Sehingga jika terjadi kekacauan dalam lembaga ini, maka sama saja dengan mengabaikan kepentingan warga negara.
·         Terdapat unsur kesengajaan (opzet): artikel ini ditulis oleh Reffy Harun semata-mata untuk menyuarakan pendapatnya sebagai warga negara tentang apa yang diketahuinya selama ini. Meski akhirnya ditanggapi berbeda oleh pihak-pihak terkait dalam tulisan, namun sejauh yang nampak pada tulisan artikel tidak ada kesengajaan untuk itu.
·         Adanya unsur kesalahan (schuld): artikel yang ditulis Reffy sudah berada pada tempatnya, yaitu kolom “opini” pada harian Kompas. Yang mana pada kolom ini setiap orang bebas menyuarakan pendapatnya, tentunya dengan cara dan aturan etika yang baik. Tentunya istilah “opini” tidak bisa dijauhkan dengan subyektivitas.
Oleh karena itu, sebaiknya Mahkamah Konstitusi membiarkan Reffly Harun bekerja membongkar kasus ini dengan tenang, jika MK menginginkan bukti kebenaran dan bukan pembenaran. Lagipula, tidak ada suatu lembagapun didunia ini “malaikat” karena yang menjalankannya adalah manusia yang  tidak akan pernah lepas dari kesalahan. Sehingga sebaiknya Mahfud MD juga menelaah kembali pernyataannya bahwa “MK bersih”.  Kemudian mendukung apapun yang akan dilakukan dan dihasilkan Tim Investigasi nantinya demi kredibilitas dan kebaikan MK. Bukan justru menekan dengan ancaman hukuman penjara jika tidak terbukti kebenarannya karena opini tidak harus terikat dengan tulisan yang faktual. Walaupun tetap berlandaskan dari fakta-fakta, opini tetap tidak bisa dilepaskan dari subyektivitas.

Writer: Farhanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar