Show Up

Rabu, 03 November 2010

Little Story of "Es Batu Balok" In Your Drink # 1

 
Pada awal bulan Maret sekitar pukul 08.00-09.00 WIB disepanjang Jalan Tirto Utomo, Landungsari, Malang, saya menyaksikan sebuah mobil pick up berwarna biru doger mengangkut cukup banyak es batu balokan. Mobil pick up tersebut berhenti di depan sebuah depot jus buah. Dari dalam depot jus keluarlah seorang ibu membawa termos kosong. Sopir mobil dan seorang pemuda pun juga keluar dari bagian depan mobil menuju box belakang mobil yang berisi es batu. Sopir dan pemuda itu kemudian memotong-motong es batu balokan lalu memasukannya ke termos kosong yang dibawa ibu penjual jus. Setelah itu, ibu tersebut menyerahkan sejumlah uang dengan nilai yang sepertinya tidak terlalu besar dan kembali ke dalam depot jus. Mobil pick up itu berhenti lagi di depan warung berikutnya dan kemudian berikutnya dan berikutnya dan berikutnya dengan kegiatan yang sama, yaitu membagikan es batu balok tersebut ke penjual-penjual minuman.
Keesokan harinya di Jalan Raya Tlogomas, kurang lebih pukul 09.00 WIB, saya terburu-buru berangkat ke kampus. Kampus tempat saya kuliah itu letaknya tidak begitu jauh dari kos yang menjadi tempat berteduh saya di Kota Malang. Dalam perjalanan, saya lagi-lagi melihat mobil pick up berwarna biru doger seperti kemarin. Mobil itu masuk dan berhenti di halaman salah satu rumah makan yang berseberangan dengan kampus saya kuliah. Saya mengamati mobil itu sejenak. Kemudian saya terbelalak karena mobil itu juga membawa cukup banyak es batu balok. Seorang pemuda dan sopir keluar dari mobil dan mengeluarkan es balok dari bak mobil. Tetapi sebelum dikeluarkan, es batu balok tersebut terlebih dahulu mereka potong-potong di bak belakang mobil. Lalu mereka masukkan ke dalam sebuah tempat yang dibawa oleh seorang perempuan muda. Perempuan muda itu mengenakan jilbab dan pakaian seragam layaknya pelayan rumah makan.

***

Matahari sedikit demi sedikit menampakkan wujudnya dari ufuk timur. Bulanpun mengundurkan diri dan mengejar malam di bagian bumi lainnya. Hijaunya pohon dan rerumputan sudah terlihat, walau sedikit agak gelap karena matahari masih malu-malu. Hewan-hewan juga telah keluar dari sarang dan kandang untuk mengisi perut mereka yang terasa keroncongan. Kecuali manusia-manusia yang katanya diberi akal budi oleh Tuhan, hanya sebagian yang sudah mulai terjaga di pagi buta seperti itu.
Di saat sebagian orang masih terlelap, seorang gadis bernama Elly malahan tidak mengecap keindahan mimpi dan nyamannya tidur malam itu. Semalaman dia tidak bisa tidur. Meski telah berulang kali mencoba untuk tidur, namun sakit perutnya yang sangat melilit tidak pernah mengizinkannya tidur. Semalaman itu juga dia sudah puluhan kali bolak-balik ke belakang karena desakan perutnya dan keinginan untuk muntah yang tidak bisa ditahan. Sekarang bukan hanya perutnya yang sakit, tetapi kepala gadis itupun ikut sakit dan pusing.
Sakit perut mulai ia rasakan pada hari Kamis setelah shalat isya. Namun puncak segala rasa sakit Elly pada Jumat fajar di akhir bulan April itu. Di sebuah rumah kos pada salah satu sudut Kota Malang, tepatnya di Jalan Raya Tlogomas 99, dia merintih dan sudah tidak tahan lagi. Nyawanya ia rasakan sudah sampai di ubun-ubun. Ingin berteriak, namun tak bisa. Ingin bergerakpun sudah tak ada tenaga. Dalam kepasrahan ia hanya bisa sedikit merintih dengan pelan. Rintihan kecilnya ternyata tidak sia-sia. Teman satu kamarnya terbangun ketika mendengar rintihan mahasiswi Teknik Sipil itu. Temannya kaget dan langsung melompat dari tempat tidur.
“Kenapa kamu El? Apa yang sakit? Udah minum obat? Kita ke rumah sakit aja yuk!”
Pertanyaan dari teman satu kamarnya yang memberondong tadi tidak mampu lagi ia jawab. Perutnya semakin melilit dan sangat sakit. Tidak pernah ia rasakan sebelumnya sakit perut sedahsyat sakit perutnya saat itu. Sampai mengucapkan satu patah kata pun sudah tidak bertenaga. Karena takut terjadi sesuatu nantinya diperjalanan menuju Rumah Sakit, teman satu kamarnya menghubungi satu orang teman yang lain. Sekitar dua puluh menit kemudian mereka bertiga pun berangkat ke Rumah Sakit Islam UNISMA dengan menggunakan angkutan umum.
Diperjalanan yang hanya memakan waktu belasan menit dirasakan Elly seperti berjam-jam. Ingin rasanya ia memaki-maki sopir angkot yang membawanya karena terlalu banyak berhenti dan laju mobil yang sangat lambat. Namun dengan sedikit sisa energi yang dimilikinya, ia tetap mencoba untuk bertahan dan bersabar.
Pukul 07.00 WIB, akhirnya Elly dan dua orang temannya sampai di rumah sakit yang mereka tuju. Sesampainya di depan meja pendaftaran, ternyata Elly adalah pasien pertama saat itu dan bahkan dokterpun waktu itu masih belum datang. Lagi-lagi ia harus menunggu dan menahan rasa sakit yang terus melilit perutnya karena dokter yang akan memeriksanya masih dalam perjalanan.
“Rasanya mending aku pingsan aja daripada ngerasain sakitnya, tapi ngga bisa pingsan,” tutur gadis asli Kalimantan Selatan itu.
Setelah tiga puluh menit kemudian, dokter yang akan memeriksa Elly pun sampai di Rumah Sakit. Ia langsung dipersilahkan masuk ke ruang periksa oleh asisten dokter yang bertugas. Cukup lama ia berada di ruang periksa bersama dokter yang memeriksanya. Hasilnya, Elly diputuskan harus menjalani rawat inap di rumah sakit itu karena divonis terserang “muntaber”.
“Hampir pingsan rasanya mendengar kata rawat inap,” ungkap gadis yang ternyata sangat takut dengan jarum infus dan suntik itu.
Apa mau dikata, akhirnya Elly pasrah saja. Meski ia merasakan ketakutan yang sangat, namun ketakutan itu telah dikalahkan rasa sakit perutnya yang terus melilit. Untungnya kesembuhan Elly dari muntaber bisa dikatakan cepat. Ia hanya harus menginap di RSI UNISMA selama empat malam. Meski begitu, ia merasakan empat malam itulah malam yang sangat menyiksa. Tidak pernah sebelumnya Elly bayangkan apalagi berharap akan menginap di rumah sakit.
Selain menahan sakit perut, selama empat malam itu Elly juga harus menanggung kecemasan. Ia cemas karena tidak bisa mengikuti ujian tengah semester yang masih tersisa satu mata kuliah. Gara-gara sakit perut itu, Elly harus mengikuti ujian susulan sendirian di depan dosen pengajarnya secara langsung.
“Duh…waktu itu benar-benar hari-hari yang menyiksa. Ngga lagi-lagi deh.”
Beberapa minggu setelah kejadian itu, Elly baru mulai mengingat-mengingat apa yang dia konsumsi sebelum ia terserang muntaber. Ia rasa tidak ada yang salah dengan apa yang dia makan karena hari itu ia makan nasi dan lauk bikinan sendiri. Tetapi ia terus menelusuri kegiatannya seharian itu. Elly akhirnya ingat ia sempat jajan “jus apel” di salah satu depot jus di kawasan Tirto Utomo. Teman-temannya mengatakan jus di depot itu enak, ia pun akhirnya mencoba jus di depot itu. Walaupun masih belum pasti, namun akhirnya ia mengambil kesimpulan jus itulah penyebab sakitnya karena tidak biasanya ia seperti itu. Sampai sekarang ia tidak pernah lagi jajan minuman sembarangan.
“Kapok dah pokoknya,” ungkap Elly dengan setengah berteriak.

Report & Writer by : Farhanah
Photo by: www.arkawimala.multiply.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar